Makin tua perkembangan jaman kini telah merubah peradaban zaman. Dengan teknologinya yang berkembang pesat sudah memasuki pola pikir masyarakat. Begitu juga halnya dalam dunia anak, sebagian sudah berubah drastis. Kini bukan jamannya anak bermain undur-unduran, bukan jamannya bemain kereta-keretaan (mainan anak jawa dulu yang seperti ular-ularan yang memegang teman depannya) .
Ngomong-ngomong kereta api mainan, dulu penulis masih mendapatinya pada masa keci dipelosok desa Kediri. Kira-kira kurang-lebih tahun 90an, subhanallah begitu ramainya berkumpul dengan teman-teman. Apalagi jaman tv masih hitam putih, listrik baru masuk desa. Disana penulis bisa merasakan bagaimana perkembangan mainan untuk anak-anak sebaya masih mementingkan kebersamaan dan mengasah mental sang anak dalam bersosial dengan sesamanya.
Mainan kereta-keretaan ini harus dimainkan kurang lebih 10 orang. Dengan membentuk sebuah barisan seperti ular yang mana teman belakangnya memegang pinggang teman didepannya. Kemudian ada 2 anak yang menghadang dengan posisi berhadapan sambil saling memegang kedua tangan lawannya dengan ketinggian sama dengan kepala (seperti gerbang). Nah, anak-anak yang berbentuk posisi kereta tersebut berjalan melingkar melalui belakang 2 temannya yang menghadang dan perjalanan kereta berakhir memasuki gerbang tak lupa semua anak wajib menyanyikan lagu jawa “jeng-jeng uiiiiiiiiiit..jeng-jeng uiiiiiiit.... (hahaha lupa saya bagaimana terusannya maklum sudah tua)”
Setelah memasuki rute terakhir memasuki gerbang (2 anak yang menghadang) anak yang paling belakang (sebagai gerbong akhir) dihalau oleh sang gerbang untuk di introgasi dan mau menjadi anak buah siapa dan harus memilih diantara 2 anak yang menjadi gerbang tersebut dan begitu seterusnya sampai habis gerbong tersebut. Intinya 2 anak ini harus mencari pengikut yang banyak.
Kalau sudah habis gerbong kereta mainan anak-anak ini maka akan menjadi 2 kubu. Yaitu kubu kanan dan kiri. Nah, disinilah inti permainan yang mengasyikkan, 2 kubu ini kini menjadi pasukan yang mirip ular. Dan mereka saling beradu untuk memperebutkan pengaruh.
Dua pasukan ular saling berhadapan, yang dibelakang wajib memegang didepannya tidak boleh lepas. Anak yang terdepan jadi pemimpin wajib melindungi pasukan yang dibelakangnya. Jika musuh dapat menyambar pasukannya yang dibelakang maka otomatis pasukan itu beralih tempat menjadi pasukan musuh tersebut.
Dari permainan ini saya pribadi mengalisis (wkwkwkw kayak pakar burung aja) bahwa permainan ini mendorong anak untuk bisa menjadi kesatria jika menjadi pemimpin, melindungi temannya yang lemah, dan bertanggung jawab. Bayangkan saja kereta mainan yang berubah menjadi 2 pasukan yang berlawan menjadikan anak harus berjuang bersama untuk sebuah kemenangan.
Tapi sayang kawan, ketika saya pulkam anak kampung saya tidak seperti anak dulu lagi. Kini mereka berubah menjadi anak PS (playstation), berubah menjadi gamer online, berubah menjadi anak batman, individualis, lupa mengaji, lupa shalat..
Merindukan masa kecil yang dulu...
Dan budaya mainan jawa yang sudah melekat pada masyarat indonesia kini sudah mulai punah.
Tags: KeretaMiniku.com Produsen Kereta Mainan di Indonesia.
Ngomong-ngomong kereta api mainan, dulu penulis masih mendapatinya pada masa keci dipelosok desa Kediri. Kira-kira kurang-lebih tahun 90an, subhanallah begitu ramainya berkumpul dengan teman-teman. Apalagi jaman tv masih hitam putih, listrik baru masuk desa. Disana penulis bisa merasakan bagaimana perkembangan mainan untuk anak-anak sebaya masih mementingkan kebersamaan dan mengasah mental sang anak dalam bersosial dengan sesamanya.
Mainan kereta-keretaan ini harus dimainkan kurang lebih 10 orang. Dengan membentuk sebuah barisan seperti ular yang mana teman belakangnya memegang pinggang teman didepannya. Kemudian ada 2 anak yang menghadang dengan posisi berhadapan sambil saling memegang kedua tangan lawannya dengan ketinggian sama dengan kepala (seperti gerbang). Nah, anak-anak yang berbentuk posisi kereta tersebut berjalan melingkar melalui belakang 2 temannya yang menghadang dan perjalanan kereta berakhir memasuki gerbang tak lupa semua anak wajib menyanyikan lagu jawa “jeng-jeng uiiiiiiiiiit..jeng-jeng uiiiiiiit.... (hahaha lupa saya bagaimana terusannya maklum sudah tua)”
Setelah memasuki rute terakhir memasuki gerbang (2 anak yang menghadang) anak yang paling belakang (sebagai gerbong akhir) dihalau oleh sang gerbang untuk di introgasi dan mau menjadi anak buah siapa dan harus memilih diantara 2 anak yang menjadi gerbang tersebut dan begitu seterusnya sampai habis gerbong tersebut. Intinya 2 anak ini harus mencari pengikut yang banyak.
Kalau sudah habis gerbong kereta mainan anak-anak ini maka akan menjadi 2 kubu. Yaitu kubu kanan dan kiri. Nah, disinilah inti permainan yang mengasyikkan, 2 kubu ini kini menjadi pasukan yang mirip ular. Dan mereka saling beradu untuk memperebutkan pengaruh.
Dua pasukan ular saling berhadapan, yang dibelakang wajib memegang didepannya tidak boleh lepas. Anak yang terdepan jadi pemimpin wajib melindungi pasukan yang dibelakangnya. Jika musuh dapat menyambar pasukannya yang dibelakang maka otomatis pasukan itu beralih tempat menjadi pasukan musuh tersebut.
Dari permainan ini saya pribadi mengalisis (wkwkwkw kayak pakar burung aja) bahwa permainan ini mendorong anak untuk bisa menjadi kesatria jika menjadi pemimpin, melindungi temannya yang lemah, dan bertanggung jawab. Bayangkan saja kereta mainan yang berubah menjadi 2 pasukan yang berlawan menjadikan anak harus berjuang bersama untuk sebuah kemenangan.
Tapi sayang kawan, ketika saya pulkam anak kampung saya tidak seperti anak dulu lagi. Kini mereka berubah menjadi anak PS (playstation), berubah menjadi gamer online, berubah menjadi anak batman, individualis, lupa mengaji, lupa shalat..
Merindukan masa kecil yang dulu...
Dan budaya mainan jawa yang sudah melekat pada masyarat indonesia kini sudah mulai punah.
Tags: KeretaMiniku.com Produsen Kereta Mainan di Indonesia.
No comments:
Post a Comment