Ratusan tokek kini memenuhi kios milik Triono, di Pasar Burung Pramuka, Jakarta. Pria asal Magelang, Jawa Tengah itu, yang sejak 22 tahun lalu menjual burung berkicau itu, sekarang lebih banyak mengumpulkan tokek untuk dijual.
Menurutnya, harga tokek jauh menggiurkan dan banyak dicari orang. Dalam seminggu setidaknya Triono bisa menjual 500 ekor tokek ukuran kecil yang beratnya di bawah 2 ons. Para pembeli umumnya akan mengolah tokek menjadi obat gatal dan berbagai penyakit.
Bahkan belakangan tersiar kabar kalau empedu tokek bisa dijadikan obat Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) akibat virus HIV. Hal itu kemudian membuat harga tokek jadi melambung hingga miliaran rupiah.
"Untuk tokek berukuran di atas 5 ons harganya bisa mencapai Rp 5 miliar. Tapi memang barangnya susah didapat," kata Triono saat dijumpai detikcom di kiosnya.
Dikatakan Triono, tokek mulai diributkan bisa menyembuhkan AIDS sejak 2003 lalu. Sejak itu kiosnya sering kedatangan orang yang ingin membeli tokek berukuran besar (Giant Keko). Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas,seperti Unas, Trisakti, Undip, dan Unair pernah datang ke kiosnya membeli tokek untuk diteliti.
Meski dikabarkan bernilai jual tinggi, sejauh ini Triono hanya sekali menjual seekor tokek yang nilainya ratusan juta rupiah. Sebelumnya ia paling hanya menjual tokek yang harganya berkisar Rp 20 juta sampai Rp 50 juta.
"Saya pernah menjual tokek berukuran 4 ons seharga Rp 650 juta. Pembelinya datang dari Batam. Katanya tokek itu untuk dijadikan obat AIDS," tutur pria beristri dua dan beranak dua tersebut.
Soal khasiat tokek untuk penyembuhan penyakit AIDS, sampai saat ini belum bisa dipastikan Departemen Kesehatan. Sebab belum ada penelitian yang sahih dari lembaga penelitian manapun terkait kabar kalau tokek bisa menyembuhkan penyakit AIDS.
Pihak Depkes, kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Tjandra Yoga Aditama kepada detikcom, hanya akan
merekomendasikan semua jenis obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan jika telah diuji sebanyak 4 level melalui randomize case test (RCT).
"Hasil penelitian baru bisa direkomendasikan untuk obat kalau dari rangkaian penelitian itu berpredikat A. Sehingga obat tersebut benar-benar aman bagi masyarakat dan bisa menyembuhkan penyakit," jelas Tjandra.
Bisa Bawa Hoki
Meski sampai saat ini tokek belum bisa dipastikan bisa menyembuhkan AIDS atau penyakit-penyakit lain, namun masyarakat kadung yakin kalau tokek sangat berkhasiat untuk pengobatan maupun menjaga kondisi tubuh. Paling tidak hal ini terbukti dari rutinnya masyarakat membeli tokek di kios milik Triono.
Setiap pekan, kata Triono, ratusan tokek yang dijualnya laris dibeli orang untuk pengobatan dan bahan makanan, seperti dendeng. Tokek-tokek yang dijualnya itu tentunya yang berukuran kecil seharga Rp 100 ribu per ekor.
Tokek tetap menjadi primadona lantaran bisa digunakan untuk obat dan makanan. Hewan jenis reptil ini juga diyakini punya daya mistis. Kalau di Jepang tokek
dijadikan salah satu perlengkapan ritual, bagi sebagian besar masyarakat Tionghoa, tokek dianggap bisa membawa peruntungan atau hoki.
Seekor Tokek bisa dianggap membawa hoki berpatokan pada jumlah suara yang dikeluarkannya. Sebab masing-masing tokek mengeluarkan jumlah suara yang berbeda. Ada yang 21 kali, 17, 15, 9, 7, dan 5 kali. Jumlah suara yang dikeluarkan tiap-tiap tokek, dikatakan Triono, tidak pernah berkurang atau lebih.
Nah, para pembeli yang bertujuan mencari hoki umumnya mencari tokek yang jumlah suaranya sebanyak 9 kali dan 7 kali. Konon angka-angka tersebut bisa membawa hoki bagi pemiliknya. Untuk memastikan tokek yang dibeli memiliki jumlah suara yang diinginkan, pembeli rela menunggu dari pagi hingga sore untuk mendengar jumlah suara tokek yang ada di kios Triono.
"Para pembeli sering nongkrong dulu di sini untuk mendengarkan jumlah suara tokek. Kalau cocok mereka langsung membeli," jelas Triono sambil menunjuk bale-bale yang di atasnya terdapat belasan kandang tokek yang terbuat dari dari besi.
Untuk harga tokek dengan jumlah suara sebanyak 7 dan 9 kali, Triono mematok harga Rp 50 juta. Menurut Triono, pembeli tokek untuk peruntungan ini biasanya datang dari Semarang, Surabaya, dan Medan.
Yang pasti, hewan yang sering sembunyi di atap rumah tersebut, sampai saat ini terus diburu masyarakat. Bahkan banyak pula yang sengaja mengembangbiakkan hewan tersebut sebab harga jualnya cukup tinggi dan pembelinya sudah pasti.
Jangan Mudah Tergiur
Sosiolog dari Universitas Indonesia Musni Umar berpendapat, heboh soal tokek di masyarakat bisa menimbulkan persoalan baru. Dengan harga yang tinggi, masyarakat dari kalangan buruh atau petani bakal tergiur untuk melakoni bisnis tersebut karena dengan cara yang gampang mereka berharap dapat uang banyak.
"Masyarakat akan bermimpi mendapatkan uang hingga miliaran rupiah hanya dengan mencari tokek. Mereka akhirnya akan meninggalkan profesi mereka karena impian dapat uang banyak dengan berburu tokek," tegas Musni.
Padahal, lanjut Musni, bisa saja setelah masyarakat berkonsentrasi pada tokek, nantinya harga tokek akan turun secara drastis sehingga investasi yang kepalang didikeluarkan jadi tidak berguna.
Untuk mencegah kerugian yang akan dialami masyarakat, pemerintah harus turun tangan untuk memberi penjelasan, misalnya, apakah tokek memang benar-benar bisa menyembuhkan penyakit AIDS atau tidak, atau hanya akal-akalan para pedagang tokek supaya dagangannya laku keras.
"Tanggung jawab pemerintah adalah melindungi dan memberi penjelasan masyarakat. Jangan sampai pemerintah terkesan acuh dan tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi di tengah masyarakat," tandasnya.
Jual Satu Tokek Bisa Beli Honda Jazz Dan Nabung Ratusan Juta
Rupanya bukan hanya cicak dan buaya yang diributkan dengan uang miliaran rupiah. Tokek, cicak besar, yang sering dijumpai di rumah-rumah juga diributkan dengan uang yang sangat banyak itu.
Bedanya, kalau cicak dan buaya hanyalah istilah untuk KPK dan Polri, yang bersitegang gara-gara isu suap miliaran rupiah. Sementara tokek harga jualnya dikabarkan bisa mencapai Rp 5 miliar rupiah.
Karena tingginya harga seekor tokek, banyak masyarakat yang kepincut memburu tokek. "Harganya sangat tinggi. Lumayan buat nambah penghasilan," aku Faizal Rachman, seorang bekas bandar tokek kepada detikcom.
Menurut Faizal, satu ekor tokek dengan berat 2 ons dihargai Rp 50 juta sampai Rp 100 juta. Kalau beratnya 3 ons - 4 ons bisa mencapai ratusan juta rupiah. Harga tokek bisa mencapai miliaran rupiah jika beratnya mencapai di atas 1 kilogram.
Faizal sendiri pernah menjual seekor tokek seberat 4 ons dengan lebar empat jari tangan orang dewasa seharga Rp 900 juta. Uang itu kemudian ia belikan mobil Honda Jazz untuk istrinya, dan sisanya ditabung. "Itu transaksi pertama saya pada akhir 2007. Yang beli orang Jepang. Dan dari situ saya kemudian mulai giat mencari tokek," beber Faizal yang tinggal di perumahan elit Metro Pondok Indah, Jakarta.
Faizal, yang sehari-hari bekerja di divisi logistik, PT Medco Energy, mengatakan, mulai menggeluti bisnis tokek sejak 2007. Saat itu seorang kenalannya, pengusaha pertambangan yang bernama Andi, mengatakan ada orang Jepang yang bernama Takeshi dan Himamura sedang mencari tokek.
Takeshi merupakan seorang peneliti di Jepang. Ia sangat membutuhkan tokek untuk bahan penelitiannya. Sementara Himamura merupakan utusan dari kekaisaran Jepang. Himamura mencari tokek untuk keperluan ritual di istana.
Himamura diketahui sebagai utusan kaisar Jepang, kata Faizal, lantaran saat pertemuan di Hotel Crowne, Jakarta, Himamura dikawal beberapa pejabat Kedubes Indonesia di Jepang. Salah satu pejabat itu kemudian membisikan kalau Himamura merupakan kerabat keluarga Kaisar Akihito.
Di lingkungan kekaisaran Jepang, tokek punya kekuatan mistis dan magis. Kata Himamura kepada Faizal saat pertemuan di Crowne, reptil bersuara nyaring itu diyakini merupakan reinkarnasi dari Naga, makhluk legenda yang selama ini dianggap sebagai perwujudan dewa. Itu sebabnya mereka rela membayar dengan harga super tinggi untuk seekor tokek.
Harga yang begitu tinggi itulah yang membuat Faizal bersemangat memburu tokek. Untuk mencari tokek ia kemudian mengerahkan 10 anak buah untuk mengendus keberadaan tokek dari rumah-rumah penduduk, yang ada di wilayah Pulau Jawa hingga Kalimantan.
Bika ada informasi tentang keberadaan tokek, anak buahnya langsung bergerak untuk menangkapnya. Ketika dilihat tokek itu sesuai dengan yang diinginkan, yakni berat minimal 1,5 ons, pemilik rumah akan diberi uang Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Sementara untuk anak buahnya, Faizal akan membayar Rp 2 juta plus persenan. Besarnya persenan tergantung harga tokek yang dibayar. Terkadang persenan yang diterima anak buahnya sebesar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta.
Untuk menangkap seekor tokek, jelas Faisal, sebenaranya mudah saja. Alatnya pun cukup sederhana, yakni sebatang bambu yang telah dipotong tipis seukuran sapu lidi. Batang bambu itu kemudian diberi kail dan benang yang dilumuri lem. Untuk menarik perhatian tokek mata kail diberi serangga, seperti jangkrik.
Dengan penciumannya yang tajam, tokek akan segera keluar dari sarangnya dan menghampiri umpan yang diberikan. "Begitu tokek sudah melekat di benang yang kita oleskan lem, baru bisa kita tangkap. Tapi harus menggunakan sarung tangan untuk menangkapnya," ujar Faizal.
Namun tidak selalu pemburuan tokek yang dilakukan Faizal berjalan mulus. Pernah suatu ketika ia harus tekor Rp 50 juta lantaran tertipu seorang warga yang mengaku memiliki tokek. Kejadian itu terjadi awal 2009 lalu.
Saat itu, seorang warga di Cirebon mengaku memiliki 3 ekor tokek yang masing-masing beratnya mencapapai 1,5 kilogram. Untuk meyakinkan Faizal, si penjual juga mengirimkan foto dan video tokek tersebut.
Melihat ukuran tokek yang besar Faizal langsung tertarik. Apalagi si penjual membandrol 3 ekor tokek hanya Rp 50 juta. Sementara pemesannya dari Jepang, yakni Takeshi dan Himamura berani membayarnya hingga Rp 2 miliar untuk tiga ekor tokek berukuran jumbo tersebut.
Tapi sayangnya, untung besar yang diharap Faizal kandas di tengah jalan. Sebab ketika binatang itu tiba di Jakarta, di dalam karung hanya ada seekor tokek. Sementara dua lainnya adalah biawak. Sialnya lagi, tokek semata wayang tersebut didapati sudah tidak bernyawa lagi.
"Saat di Cirebon kami hanya dibolehkan melihat dari atas. Alasan pemiliknya, bisa berbahaya jika tokeknya dikeluarkan. Tapi ternyata tokeknya cuma 1 yang lainnya biawak," sesal Faizal.
Alhasil, tokek berukuran jumbo itu hanya bisa diair keras. Saat ini tokek yang diakui oleh penjualnya didapat dari dalam sebuah gua di Cirebon, sudah dibekukan dan menjadi pajangan di rumah temannya Faizal .
Faizal mengaku hanya mencari tokek berdasarkan pesanan Takeshi dan Himamura. Semua dilakukan berdasarkan kontrak kerja di atas materai. Dalam perjanjian tersebut kedua orang Jepang itu menyatakan siap membeli tokek sesuai ukuran yang diminta dan Faizal diberi tugas menyediakan tokek.
Jenis tokek yang diminta, yakni Giant Keko dan Leoprad. Giant Keko merupakan jenis tokek yang punya berat maksimal bisa mencapai 1,5 kilogram. Sementara jenis Leopard, yang tubuhnya loreng-loreng merah.
Tapi sekarang Faizal mengaku sudah berhenti jadi pengepul tokek. Sebab belakangan, ukuran tokek yang diminta mitranya dari Jepang semakin besar, yakni harus di atas 4 ons. Sedangkan Faizal merasa kesulitan untuk mendapatkan tokek berukuran jumbo tersebut. Alasan lainnya, ia dan keluarganya merasa khawatir
dengan kutukan tokek.
"Saya dan istri saya membaca artikel soal daya magis tokek dari internet. Istri saya sangat khawatir dia dan anak-anak saya jadi korban karena gen naga yang ada dalam diri tokek marah," tandas Faizal. (ddg/iy)
sumber
No comments:
Post a Comment