Alhamdulillah kita telah di beri kemurahan Oleh Allah ta'ala dalam hal rizki atau yang lainnya..bahkan rizqi tentang jodoh...kadangkala dalam hati kita terbersit tentang kriteria-kriteria sosok calon suami/istri kita besok, menimbang-nimbang baik-buruknya ataupun yang lainnya.ketika hati sudah cocok terkadang masih banyak kendala dalam fikiran kita, sebagian kecil contoh adalah faktor orangtua.
Aku sering dapati temen-temen yang sharing tentang masalah ini, kadang kala kecemasan orang tua yang berlebihan menyebabkan beliau tidak menyetujui calon pasangan..tapi tidak hanya mereka yang mendapati problem ini, tapi aq juga..hehhehee
Tapi bukan berarti aq menulis catatan ini sebagai bentuk pembelaan diriku yang menghadapi masalah ini. seorang lelaki yang biasanya dia lebih bisa memendam permasalahan ini...lantas bagaimana keadaan wanita?
tadi malam aq* sempat chat dengan seorang temen Akhwat, dia kurang lebih sama permasalahannya dengan yang aq utarakan...yaitu orang tua yang tidak menyetujui si calon pasangan, padahal dalam hati sudah cocok.
sungguh sangat di sayangkan sekali jika dalam image umat ini dengan kita membantahnya( memberi penjelasan) kepada orangtua, maka kita di sebut anak durhaka.
dalam islam bahwa pernikahan adalah Hak anak..
Berikut adalah tentang fatwa syekh ibnu bin baz rahimahullah ta'ala
Syeikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apabila ada seorang lelaki yang datang untuk meminang seorang gadis, akan tetapi walinya (ayahnya) menolak dengan maksud agar putrinya tidak menikah, maka bagaimana hukumnya ?
Jawaban
Seharusnya para wali segera mengawinkan putri-putrinya apabila dipinang oleh laki-laki yang setara, apalagi jika mereka juga ridha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Artinya : Apabila datang kepada kamu orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya untuk meminang (putrimu) makan kawinkanlah ia, sebab jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan malapetaka yang sangat besar” [Riwayat At-Turmudzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini adalah hadits Mursal, namun ada hadits lain sebagai syahidnya diriwayatkan oleh At-Turmudzi]
Dan tidak boleh menghalangi mereka menikah karena supaya menikah dengan lelaki lain dari anak pamannya atau lainnya yang tidak mereka suka, ataupun karena ingin mendapat harta kekayaan yang lebih banyak, ataupun karena untuk tujuan-tujuan murahan lainnya yang tidak dibenarkan oleh syari’at Allah dan Rasul-Nya.
Kewajiban waliul amr (ulama dan umara) adalah menindak tegas orang yang dikenal sebagai penghalang perempuan untuk menikah dan memperbolehkan para wali lainnya yang lebih dekat kepada sang putri untuk menikahkannya sebagai penegakan keadilan dan demi melindungi pemuda dan pemudi agar tidak terjerumus ke dalam apa yang dilarang oleh Allah (zina) yang timbul karena kezaliman dan tindakan para wali menghalang-halangi mereka untuk menikah.
Kita memohon kepada Allah, semoga memberikan petunjukNya kepada semua dan lebih mendahulukan kebenaran atas kepentingan hawa nafsu.
[Kitabud Da’wah, hal 165, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 395-396 Darul Haq]
Tapi jika alasan orang tua karena tidak sekufu ( setara) maka itu juga perlu di luruskan tentang arti sekufu
lalu apakah batasan kufu dalam pernikahan itu adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan kefaqihan dalam agama, atau gelar dll?
Maka Para ahli fiqih (fuqaha) berbeda pendapat tentang kafa’ah (kufu) dalam pernikahan, namun yang benar sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma‘ad (4/22), yang teranggap dalam kafa’ah adalah perkara dien (agama). Beliau t berkata tentang permasalahan ini diawali dengan menyebutkan beberapa ayat Al Qur’an, di antaranya :
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al Hujurat: 13)
“Orang-orang beriman itu adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10)
“Kaum mukminin dan kaum mukminat sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (At Taubah: 71)
“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” (An Nur: 26)
Kemudian beliau lanjutkan dengan beberapa hadits, di antaranya sabda Rasulullah :
“Tidak ada keutamaan orang Arab dibanding orang ajam (non Arab) dan tidak ada keutamaan orang ajam dibanding orang Arab. Tidak pula orang berkulit putih dibanding orang yang berkulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dibanding orang kulit putih, kecuali dengan takwa. Manusia itu dari turunan Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah”.
Nabi bersabda kepada Bani Bayadlah: “Nikahkanlah wanita kalian dengan Abu Hindun”.
Maka merekapun menikahkannya sementara Abu Hindun ini profesinya sebagai tukang bekam.
Nabi sendiri pernah menikahkan Zainab bintu Jahsyin Al Qurasyiyyah, seorang wanita bangsawan, dengan Zaid bin Haritsah bekas budak beliau. Dan menikahkan Fathimah bintu Qais Al Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid, juga menikahkan Bilal bin Rabah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin `Auf.
Dari dalil yang ada dipahami bahwasanya penetapan Nabi dalam masalah kufu adalah dilihat dari sisi agama. Sebagaimana tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, tidak boleh pula menikahkan wanita yang menjaga kehormatan dirinya dengan laki-laki yang fajir (jahat/jelek).
Al Qur’an dan As Sunnah tidak menganggap dalam kafa’ah kecuali perkara agama, adapun perkara nasab (keturunan), profesi dan kekayaan tidaklah teranggap. Karena itu boleh seorang budak menikahi wanita merdeka dari turunan bangsawan yang kaya raya apabila memang budak itu seorang yang ‘afif (menjaga kehormatan dirinya) dan muslim. Dan boleh pula wanita Quraisy menikah dengan laki-laki selain suku Quraisy, wanita dari Bani Hasyim boleh menikah dengan laki-laki selain dari Bani Hasyim. (Zaadul Ma‘ad, 4/22) .
Untuk ini saudaraku semua bersikapkah optimis dalam masalah ini, yakinkan orang tua dengan bijak bahwa jika niatan kita benar karena Allah Ta'ala..insya Allah semua akan lancar dan ada jalan keluar. uhibbukum fillah
Diolah berbagai sumber.
NB: Artikel ini diambil dari catatan facebook saya pada 3-4 tahun lalu.
Aku sering dapati temen-temen yang sharing tentang masalah ini, kadang kala kecemasan orang tua yang berlebihan menyebabkan beliau tidak menyetujui calon pasangan..tapi tidak hanya mereka yang mendapati problem ini, tapi aq juga..hehhehee
Tapi bukan berarti aq menulis catatan ini sebagai bentuk pembelaan diriku yang menghadapi masalah ini. seorang lelaki yang biasanya dia lebih bisa memendam permasalahan ini...lantas bagaimana keadaan wanita?
tadi malam aq* sempat chat dengan seorang temen Akhwat, dia kurang lebih sama permasalahannya dengan yang aq utarakan...yaitu orang tua yang tidak menyetujui si calon pasangan, padahal dalam hati sudah cocok.
sungguh sangat di sayangkan sekali jika dalam image umat ini dengan kita membantahnya( memberi penjelasan) kepada orangtua, maka kita di sebut anak durhaka.
dalam islam bahwa pernikahan adalah Hak anak..
Berikut adalah tentang fatwa syekh ibnu bin baz rahimahullah ta'ala
Syeikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apabila ada seorang lelaki yang datang untuk meminang seorang gadis, akan tetapi walinya (ayahnya) menolak dengan maksud agar putrinya tidak menikah, maka bagaimana hukumnya ?
Jawaban
Seharusnya para wali segera mengawinkan putri-putrinya apabila dipinang oleh laki-laki yang setara, apalagi jika mereka juga ridha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Artinya : Apabila datang kepada kamu orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya untuk meminang (putrimu) makan kawinkanlah ia, sebab jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan malapetaka yang sangat besar” [Riwayat At-Turmudzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini adalah hadits Mursal, namun ada hadits lain sebagai syahidnya diriwayatkan oleh At-Turmudzi]
Dan tidak boleh menghalangi mereka menikah karena supaya menikah dengan lelaki lain dari anak pamannya atau lainnya yang tidak mereka suka, ataupun karena ingin mendapat harta kekayaan yang lebih banyak, ataupun karena untuk tujuan-tujuan murahan lainnya yang tidak dibenarkan oleh syari’at Allah dan Rasul-Nya.
Kewajiban waliul amr (ulama dan umara) adalah menindak tegas orang yang dikenal sebagai penghalang perempuan untuk menikah dan memperbolehkan para wali lainnya yang lebih dekat kepada sang putri untuk menikahkannya sebagai penegakan keadilan dan demi melindungi pemuda dan pemudi agar tidak terjerumus ke dalam apa yang dilarang oleh Allah (zina) yang timbul karena kezaliman dan tindakan para wali menghalang-halangi mereka untuk menikah.
Kita memohon kepada Allah, semoga memberikan petunjukNya kepada semua dan lebih mendahulukan kebenaran atas kepentingan hawa nafsu.
[Kitabud Da’wah, hal 165, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 395-396 Darul Haq]
Tapi jika alasan orang tua karena tidak sekufu ( setara) maka itu juga perlu di luruskan tentang arti sekufu
lalu apakah batasan kufu dalam pernikahan itu adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan kefaqihan dalam agama, atau gelar dll?
Maka Para ahli fiqih (fuqaha) berbeda pendapat tentang kafa’ah (kufu) dalam pernikahan, namun yang benar sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma‘ad (4/22), yang teranggap dalam kafa’ah adalah perkara dien (agama). Beliau t berkata tentang permasalahan ini diawali dengan menyebutkan beberapa ayat Al Qur’an, di antaranya :
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al Hujurat: 13)
“Orang-orang beriman itu adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10)
“Kaum mukminin dan kaum mukminat sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (At Taubah: 71)
“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” (An Nur: 26)
Kemudian beliau lanjutkan dengan beberapa hadits, di antaranya sabda Rasulullah :
“Tidak ada keutamaan orang Arab dibanding orang ajam (non Arab) dan tidak ada keutamaan orang ajam dibanding orang Arab. Tidak pula orang berkulit putih dibanding orang yang berkulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dibanding orang kulit putih, kecuali dengan takwa. Manusia itu dari turunan Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah”.
Nabi bersabda kepada Bani Bayadlah: “Nikahkanlah wanita kalian dengan Abu Hindun”.
Maka merekapun menikahkannya sementara Abu Hindun ini profesinya sebagai tukang bekam.
Nabi sendiri pernah menikahkan Zainab bintu Jahsyin Al Qurasyiyyah, seorang wanita bangsawan, dengan Zaid bin Haritsah bekas budak beliau. Dan menikahkan Fathimah bintu Qais Al Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid, juga menikahkan Bilal bin Rabah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin `Auf.
Dari dalil yang ada dipahami bahwasanya penetapan Nabi dalam masalah kufu adalah dilihat dari sisi agama. Sebagaimana tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, tidak boleh pula menikahkan wanita yang menjaga kehormatan dirinya dengan laki-laki yang fajir (jahat/jelek).
Al Qur’an dan As Sunnah tidak menganggap dalam kafa’ah kecuali perkara agama, adapun perkara nasab (keturunan), profesi dan kekayaan tidaklah teranggap. Karena itu boleh seorang budak menikahi wanita merdeka dari turunan bangsawan yang kaya raya apabila memang budak itu seorang yang ‘afif (menjaga kehormatan dirinya) dan muslim. Dan boleh pula wanita Quraisy menikah dengan laki-laki selain suku Quraisy, wanita dari Bani Hasyim boleh menikah dengan laki-laki selain dari Bani Hasyim. (Zaadul Ma‘ad, 4/22) .
Untuk ini saudaraku semua bersikapkah optimis dalam masalah ini, yakinkan orang tua dengan bijak bahwa jika niatan kita benar karena Allah Ta'ala..insya Allah semua akan lancar dan ada jalan keluar. uhibbukum fillah
Diolah berbagai sumber.
NB: Artikel ini diambil dari catatan facebook saya pada 3-4 tahun lalu.
No comments:
Post a Comment